PENDANGKALAN DANAU LAUT TAWAR, EROSI DAN SEDIMENTASI DAERAH TANGKAPAN AIR


Saiful Adhar


KARAKTERISTIK DAERAH TANGKAPAN AIR

Danau Laut Tawar dengan luas 57 km2 memiliki 42 daerah tangkapan air. Areal tersebut berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan seluruh air hujan dalam bentuk aliran permukaan, aliran bawah permukaan, dan aliran dibawah tanah, dimana kawasan tersebut merupakan satuan wilayah yang dibatasi oleh titik-titik topografi tertinggi (Supriyadi, 1997).
Luas daerah tangkapan air Danau Laut Tawar bervariasi antara 22,06 - 2614,11 Ha dengan total luas 14803.22 Ha. Daerah Tangkapan Air (DTA) yang memiliki luas terbesar adalah Nempan dan luas terkecil ditemui pada Daerah Tangkapan Air L (blm diberi nama, lihat Gambar). Daerah tangkapan air yang mempunyai outlet aliran air hanya 12 DTA, yaitu Kebayakan, Bebesan, Gembirit, Nempan, Rawe, Kalang, Nosar, Mengaya, Bewang, Linung, Kalarengkih, dan Kalasegi.
Daerah tangkapan air Danau Laut Tawar merupakan daerah berbukit-bukit, dimana kondisi yang demikian sangat berpotensial menimbulkan erosi dengan kemiringan lahan dan panjang lereng yang dapat mempertinggi kecepatan aliran permukaan. Menurut Adhar (2008) daerha tangkapan air Danau Laut Tawar mempunyai 6 (enam) klasifikasi, berupa 0 – 3%, 3 – 8%, 8 – 15%, 15 – 25%, 25 – 45%, dan >45%. Kemiringan lereng di atas 45% merupakan nilai kemiringan yang dominan diperoleh di daerah tangkapan air Danau Laut Tawar, dimana 44,62 persen dari total luas lahan berada pada kemiringan >45%.

Tabel 1. Klasifikasi bentuk lereng daerah tangkapan air Danau Laut Tawar
Kelas
Bentuk Lereng
Kemiringan
Luas
Tunggal
Kelompok
(%)
(ha)
A
Datar
Datar
0 - 3 %
1,598.24
B
Agak miring
Berombak
3 - 8 %
1,408.58
C
Miring
Bergelombang
8 – 15%
467.46
D
Agak curam
Agak berbukit
15 – 25 %
996.11
E
Curam
Berbukit
25 – 45 %
3,726.93
F
Sangat curam
Curam
> 45%
6,605.90
Sumber : Adhar (2008).

Jenis tanah daerah tangkapan air Danau Laut Tawar terdiri dari Kompleks Podsolik Coklat sebesar 13990,12 Ha (94,41%) dan Latosal sebesar 813,10 Ha (5,59%). Analisa sifat-sifat tanah pada kawasan kajian menyimpulkan kelas erodibilitas tanah sebanyak 3 (tiga) kelas. Erodibilitas Tanah adalah sifat tanah berupa resistensi tanah terhadap pengelupasan dan transportasi partikel-partikel tanah oleh energi kinetik air hujan ditunjukkan oleh nilai indeks erodibilitas tanah. Semakin tinggi nilai indeks erodibilitas tanah semakin mudah tanah mengalami erosi.
Pemetaan nilai indeks erodibilitas tersebut terhadap daerah tangkapan air Danau Laut Tawar berdasarkan kategori indeks erodibilitas seperti yang dikemukakan Arsyad (1989) diperoleh Peta Indeks Erodibilitas yang menunjukkan klasifikasi nilai indeks erodibilitas tanah daerah tangkapan air Danau Laut Tawar Aceh Tengah berada pada 3 klasifikasi, seperti disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi nilai erodibilitas tanah (K) Daerah Tangkapan Air Danau Laut Tawar
Total Luas (Ha)
Kelas
Nilai K
Katagori
2221,02
1
0,00 – 0,10
Sangat Rendah
2
0,11 – 0,20
Rendah
916,84
3
0,21 – 0,32
Sedang
Sumber : Adhar (2008)
Tabel tersebut menunjukkan sebagian besar tanah di daerah tangkapan air Danau Laut Tawar (78,80 persen) memiliki kelas indeks erodilitas tanah (K) Rendah. Kelas Sangat Rendah hanya 15 persen dan Sedang seluas 6,19 persen dari total luas Daerah Tangkapan Air Danau Laut Tawar.
Kedalaman efektif tanah di daerah tangkapan air Danau Laut Tawar berdasarkan analisis peta kedalaman tanah diperoleh sebanyak 4 (empat) kelas, yaitu kelas A (dalam, >90 cm), B (sedang, 60-90 cm), C (dangkal, 30-60 cm), dan D (sangat dangkal, <30 cm). Analisis spasial terhadap Peta Kedalaman Efektif Tanah diperoleh luas masing-masing kelas tersebut seperti disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas kelas solum tanah daerah tangkapan air Danau Laut Tawar
Kelas
Luas (Ha)
Persentase (%)
A
873,6
5,90
B
2778
18,77
C
1598
10,79
D
9554
64,54
Total
14803,6
100
                                Sumber : Adhar (2008)

Data Tabel 3 tersebut menunjukkan bahwa kedalaman efektif tanah pada daerah tangkapan air Danau Laut Tawar didominasi oleh Kelas D dengan solum tanah yang sangat dangkal (<30 cm), dimana luasnya mencapai 64,54 persen.
Jenis penggunaan lahan di kawasan kajian sebanyak lima jenis yaitu (1) hutan sebesar 62,5 persen, (2) persawahan sebesar 16,7 persen, (3) perkebunan sebesar 16,26 persen, (4) pemukiman sebesar 3,25 persen, dan (5) semak sebesar 1,29 persen. Luas total masing-masing jenis penggunaan lahan di daerah tangkapan air Danau Laut Tawar ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Jenis penggunaan lahan di Daerah Tangkapan Air Danau Laut Tawar
Penggunaan Lahan
Luas (ha)
Persentase (%)
Pemukiman penduduk
481.60
3.25
Hutan Sejenis
9,252.29
62.50
Persawahan
2,471.74
16.70
Perkebunan Kopi
2,406.99
16.26
Semak Belukar
190.60
1.29
Jumlah
14,803.22
100
Sumber : Hasil Analisis Peta Penggunaan Lahan (2004).


EROSI DAERAH TANGKAPAN AIR

Erosi adalah peristiwa terdispersi, terkikis, dan terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah di suatu tempat yang kemudian diendapkan pada tempat lain oleh media alami, yaitu angin dan air. Mengamati letak geografis dan iklim di Indonesia, maka pengaruh angin dapat diabaikan pada proses erosi tanah. Pengukuran erosi akan menghasilkan nilai erosi potensial dan nilai erosi actual.
Nilai erosi potensial diperoleh dengan mengabaikan nilai indeks pengelolaan tanaman dan konservasi tanah, dimana untuk melihat jumlah erosi yang terjadi bila areal tersebut tanpa ditumbuhi vegetasi dan upaya konservasi. Sementara nilai erosi aktual merupakan nilai erosi yang terjadi dengan memperhitungkan pengaruh vegetasi yang memenuhi areal tersebut.
Pengukuran yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa nilai erosi potensial pada daerah tangkapan air Danau Laut Tawar berkisar antara  57,69 – 10.664,17 ton/ha/thn, dimana nilai terkecil tersebut ditemui pada DTA Bebesan dan nilai tertinggi pada DTA D (lihat peta). Nilai erosi actual yang terjadi berkisar antara 1,4 – 449,62 ton/ha/thn, dimana nilai terendah diperoleh pada DTA Bebesan dan nilai tertinggi pada DTA Ulung Gajah.
Berdasarkan nilai-nilai erosi actual daerah tangkapan air Danau Laut Tawar maka diperoleh 5 (lima) kelas tingkat bahaya erosi, yaitu (1) Sangat Ringan (0-SR) sebesar 406,97 Ha, (2) Ringan (I-R) sebesar 2.299,51 Ha, (3) Sedang (II-S) sebesar 218,72 Ha, (4) Berat (III-B) sebesar 610,25 Ha, dan (5) Sangat Berat (IV-SB) sebesar 11.267,77 Ha. Kelas erosi Sangat Berat mendominasi daerah tangkapan air Danau Laut Tawar, yaitu sebesar 76,12 persen dari total luas kawasan tersebut. Nilai erosi potensial daerah tangkapan air Danau Laut Tawar sangat tergantung pada nilai indeks panjang dan kemiringan tanah (LS), sedangkan nilai erosi actual tergantung nilai indeks panjang dan kemiringan tanah (LS) dan nilai indeks konservasi dan pengelolaan lahan (CP) (Adhar, 2008). Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua jenis erosi tersebut sangat dipengaruhi oleh factor kemiringan tanah.
Kemiringan tanah di atas 45% merupakan nilai kemiringan yang dominan diperoleh di daerah tangkapan air Danau Laut Tawar, dimana 44,62 persen dari total luas daerah tangkapan air berada pada kemiringan >45% (Adhar, 2008). Kemiringan lereng yang demikian diklasifikasikan pada kelas F yang merupakan kelas kemiringan tanah yang sangat curam pada bentuk lereng tunggal dan curam pada bentuk lereng berkelompok.
Kondisi demikian menunjukkan bahwa faktor topografi daerah tangkapan air Danau Laut Tawar berperan penting terhadap proses pendangkalan danau, dimana jika tidak dikelola secara ramah lingkungan dan mengikuti kaedah konservasi, terutama pengelolaan dan konservasi vegetasi penutup, maka akan mempercepat proses pendangkalan danau, karena semakin banyak sedimen yang terangkut ke dalam danau akibat semakin tinggi erosi yang terjadi.


SEDIMENTASI DAERAH TANGKAPAN AIR

Pendangkalan suatu tempat dapat terjadi akibat adanya sejumlah tanah yang mengendap di areal tersebut. Pengendapan sejumlah tanah terjadi karena adanya pengangkutan tanah oleh aliran permukaan, yang lebih dikenal dengan sedimentasi. Sedimen yang diangkut tersebut merupakan tanah yang dihasilkan oleh proses erosi yang terjadi di hulu. Tanah yang tererosi diangkut oleh aliran permukaan akan diendapkan di tempat-tempat aliran air melambat atau berhenti baik di dalam sungai, saluran irigasi, waduk, danau atau muara sungai. Endapan itu yang menyebabkan pendangkalan di tempat tersebut.
Sedimen yang diangkut keluar dari suatu daerah tangkapan air disebut sebagai hasil sedimen. Walaupun suatu areal mengalami erosi, sedimen sebagai produk erosi tidak akan dapat terangkut semuanya sebagai hasil sedimen keluar dari suatu daerah tangkapan air. Menurut Asdak (2004) hasil sedimen tergantung pada besarnya erosi total di daerah tangkapan air dan tergantung pada transpor partikel-partikel tanah yang tererosi tersebut dari daerah tangkapan air.
Produksi sedimen umumnya mengacu pada besarnya laju sedimen yang mengalir melewati satu titik pengamatan tertentu dalam suatu sistem daerah tangkapan air. Tidak semua tanah yang erosi di permukaan daerah tangkapan air akan sampai ke titik pengamatan. Sebagian tanah tererosi tersebut akan terdeposisi di cekungan permukaan tanah, di kaki lereng dan bentuk penampungan sedimen lainnya.
Nilai erosi total masing-masing daerah tangkapan air Danau Laut Tawar berkisar antara 350,70 – 250.811,71 ton/thn, dan nilai SDR berkisar antara 24 – 39%.  Berdasarkan nilai-nilai tersebut maka jumlah sedimen yang berasal dari masing-masing daerah tangkapan air yang masuk ke Danau Laut Tawar diprediksikan nilai terendah disumbangkan oleh DTA Bebesan sekitar 122,75 ton/thn, dan nilai tertinggi terdapat pada DTA Gembirit sekitar 60.194,81 ton/thn, dimana total sedimen yang masuk ke danau diprediksikan sekitar 433.763,79 ton/thn.
Jumlah tersebut tidak seluruhnya mengendap ke dasar danau, dimana terdapat sejumlah sedimen yang dialirkan ke luar danau melalui outlet, yaitu ke Krueng Peusangan. Berdasarkan kajian hubungan curah hujan harian dengan jumlah sedimen yang terangkut keluar danau diketahui bahwa jumlah sedimen yang terangkut keluar sebesar 13.537,67 ton/thn (Adhar, 2008). Hal ini dapat diamati pada kedalaman jalur outlet Danau Laut Tawar yang menunjukkan semakin dangkal dari waktu ke waktu.
Uraian di atas memberikan kesimpulan bahwa dari total sedimen yang masuk ke danau hanya sekitar 3,12% yang dialirkan keluar danau, sehingga yang tetap tinggal di danau dan mengendap ke dasar danau sebesar 420.226,12 ton/thn. Dengan memanfaatkan nilai bulk density tanah yang dikemukakan oleh Hardjowigeno (2003) yaitu antara 1,1 – 1,6, maka laju pendangkalan Danau Laut Tawar berkisar 262.641,32 - 382.023,74 m3/thn. Sedangkan jumlah tanah yang dialirkan ke Krueng Peusangan berkisar antara 8.461,04 – 12.306,97 m3/thn.
Deskripsi yang diuraikan di atas adalah dengan asumsi penggunaan lahan pada daerah tangkapan air Danau Laut Tawar masih seperti kondisi penelitian tersebut dilakukan, yaitu antara tahun 2004 – 2006. Artinya kondisi kekinian diduga telah mengami peningkatan ke arah yang lebih buruk dengan asumsi semakin terbukanya hutan, baik akibat penebangan liar maupun untuk perluasan lahan pertanian dan pemukiman.
Untuk itu dapat diprediksikan suatu kondisi terburuk yang dapat saja terjadi, yaitu dengan asumsi semua kawasan daerah tangkapan air menjadi suatu areal yang terbuka tanpa vegetasi penutup. Maka jumlah sedimen yang memenuhi perairan Danau Laut Tawar akan jauh lebih besar, yaitu antara 13,5 – 19,6 juta m3/thn.


KESIMPULAN

1.  Karakteristik daerah tangkapan air Danau Laut Tawar berpotensi menyebabkan terjadinya erosi dan sedimentasi, sehingga mengakibatkan pendangkalan dan penurunan kualitas perairan Danau Laut Tawar.
2.  Sedimentasi daerah tangkapan air, terutama pada areal pertanian, diduga mengakibatkan terjadinya eutrofikasi perairan Danau Laut Tawar, sehingga dikhawatirkan berdampak negative terhadap biota perairan danau.
3.  Laju pendangkalan telah menunjukkan tingkat yang mengkhawatirkan yang dapat mengganggu kelestarian biota perairan danau, pengurangan debit air danau, dan menurunkan umur danau.
4.  Bila tidak dilakukan tindakan nyata untuk mengkonservasi areal-areal tertentu di daerah tangkapan air Danau Laut Tawar, selain dapat merusak kelestarian danau juga dapat mengancam keselamatan penduduk, terutama pada areal-areal pemukiman.


SARAN

1.  Penyelamatan Ekosistem Danau Laut Tawar tidak hanya dilakukan sebatas slogan dan jargon-jargon saja, tapi harus direalisasikan dengan tindakan nyata.
2. Tindakan penyelamatan Ekosistem Danau Laut Tawar harus dilakukan secara sistematis, menyeluruh dan terpadu meliputi aspek Biogeofisik dan Sosio-budaya, serta Ekonomi.
3.  Kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pihak terkait dalam upaya penyelamatan Ekosistem Danau Laut Tawar harus dilandasi pada hasil kajian ilmiah.
4.  Segera dilakukan kajian ilmiah yang menyeluruh dan terpadu terhadap Ekosistem Danau Laut Tawar.
5.  Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah dan Pemerintah Aceh harus mengalokasikan sejumlah dana pada APBK dan APBD 2010 dan selanjutnya untuk penyelamatan Ekosistem Danau Laut Tawar.
6.   Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah perlu segera menyusun Qanun Tata Ruang yang mengendalikan penggunaan lahan di daerah tangkapan air Danau Laut Tawar. 

Referensi
Adhar, S (2008), Kajian Erosi Daerah Tangkapan Air dan Muatan Sedimen Inflow Danau Laut Tawar Aceh Tengah, PPS Konservasi Sumberdaya Lahan, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB. Bogor.
Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Kartasapoetra, AG., G Kartasapoetra, dan MM Sutedjo. 2000. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Rineka Cipta. Jakarta.
Linsley, Jr, Ray K., MA. Kohler & JH. Paulhus. 1989. Hidrologi untuk Insinyur. Erlangga. Jakarta.
Saleh, M., Ali, Supriatno & Ismul. 2000. Dinamika Ekosistem Danau Laut Tawar Kabupaten Aceh Tengah. Bapedalda Kabupaten Aceh. Takengon.
Schwab, O. Glenn., Delmar D. Fangmeier., William J. Elliot & Richard K. Frevert. 1997. Teknik Konservasi Tanah dan Air. Sriwijaya University. Indralaya.
Supriyadi, D. 1997. Peran Hidrologi Hutan Lindung dalam Perencanaan Ekonomi Wilayang, Kasus DAS Citarum Hulu, Jawa Barat. Disertasi PPs IPB. Bogor


Makalah ini disampaikan pada :
Workshop "Selamatkan Danau Laut Tawar"  
di Takengon tanggal 21 – 22 Nopember 2009

Rekomendasi Kutipan :
Adhar, S., 2009, Pendangkalan Danau Laut Tawar, Erosi dan Sedimentasi Daerah Tangkapan Air, Makalah Workshop "Selamatkan Danau Laut Tawar" di Takengon tanggal 21 – 22 Nopember 2009