POTENSI DEGRADASI EKOSISTEM DANAU LAUT TAWAR


Saiful Adhar

Danau Laut Tawar sebagai suatu ekosistem memiliki fungsi penting bagi kehidupan masyarakat dan pertumbuhan ekonominya. Namun pada sisi lain Ekosistem Danau Laut Tawar mulai mengalami degradasi. Hal ini akan mengancam kelangsungan eksistensi danau tersebut dan kesejahteraan manusia di sekitarnya. Penurunan fungsi ekosistem tersebut dapat dirasakan dari kenaikan suhu di kota Takengon, penurunan debit air danau, dan kehilangan beberapa spesies. Penyebab hal ini terjadi diduga karena perubahan iklim, eutrofikasi, introduksi spesies asing, erosi Daerah Tangkapan Air,  limbah domestik, dan kebakaran hutan.
Danau adalah badan air yang dikelilingi oleh daratan yang perairannya relatif tidak berarus, sehingga dinamakan perairan lentik. Danau merupakan salah satu bentuk ekosistem yang menempati daerah yang relatif kecil pada permukaan bumi dibandingkan dengan habitat laut dan daratan. Keberadaan ekosistem danau memberikan fungsi yang menguntungkan bagi kehidupan manusia (rumah tangga, industri, dan pertanian).
Menurut Kumurur (2002) beberapa fungsi penting ekosistem danau adalah sebagai berikut: 1) sebagai sumber plasma nuftah yang berpotensi sebagai penyumbang bahan genetik; 2) sebagai tempat berlangsungnya siklus hidup jenis flora/fauna yang penting, 3) sebagai sumber air yang dapat digunakan langsung oleh masyarakat sekitarnya (rumahtangga, industri dan pertanian); 4) sebagai tempat penyimpanan kelebihan air yang berasal dari air hujan, aliran permukaan, sungai-sungai atau dari sumber-sumber air bawah tanah; 5) memelihara iklim mikro, di mana keberadaan ekosistem danau dapat mempengaruhi kelembaman dan tingkat curah hujan setempat; 6) sebagai sarana tranportasi untuk memindahkan hasil-hasil pertanian dari tempat satu ke tempat lainnya; 7) sebagai penghasil energi melalui PLTA; 8) sebagai sarana rekreasi dan objek pariwisata
Danau Laut Tawar merupakan danau terbesar di Provinsi Aceh, yang memiliki luas permukaan sekitar 57 km2, terletak pada elevasi 1230 m di atas permukaan laut, secara astronomis berada pada 4050’ LU dan 96050’ BT (Ambar, et al, 1994).  Daerah Tangkapan Air Danau Laut Tawar merupakan Sub DAS Peusangan yang meliputi Kabupaten Bener Meriah dan Bireuen.
Menurut Kutarga, et al, (2008) dari sudut ekologi, waduk dan danau merupakan ekosistem yang terdiri dari unsur air, kehidupan akuatik, dan daratan yang mempengaruhinya. Kehadiran waduk dan danau juga akan mempengaruhi iklim mikro dan keseimbangan ekosistem di sekitarnya.
Berdasarkan pemaparan di atas diketahui bahwa danau sebagai suatu ekosistem memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia, baik dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Karena danau merupakan suatu ekosistem, maka danau terdiri dari beberapa subsistem yang menyusunnya dan saling mempengaruhi.
Tulisan ini akan menyajikan permasalahan yang berpotensi menurunkan daya dukung ekosistem Danau Laut Tawar Aceh Tengah dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
Berdasarkan aspek penyusunnya, Ekosistem Danau Laut Tawar dibagi ke dalam beberapa beberapa aspek, yaitu struktur fisik, struktur kimia, struktur biologi, dan struktur watershed (lihat http://danauluttawar.blogspot.com/2011/03/ekosistem-danau-laut-tawar-aceh-tengah). Menurut beberapa laporan dan pengamatan, aspek-aspek penyusun tersebut mulai mengalami degradasi. Hal ini sadari sebagai konsekwensi pertumbuhan perduduk dan pembangunan.
Struktur fisik Danau Laut Tawar telah menunjukkan penurunan daya dukung, hal ini disadari berdasarkan laporan yang disampaikan Saleh, et al, 2000, bahwa Jumlah aliran air permukaan yang mengalir ke Danau Laut Tawar terdapat sebanyak 25 aliran/sungai kecil yang berasal dari 18 daerah tangkapan air, sedangkan menurut Adhar (2010) hanya 12 daerah tangkapan air yang mengalirkan airnya secara permanen ke Danau Laut Tawar dengan jumlah titik inlet air sebanyak 18. Perbedaan waktu pengamatan yang dilakukan oleh kedua peneliti tersebut dengan hasil yang berbeda, telah mengindikasikan telah terjadi perubahan yang signifikan.
Berdasarkan data yang dikemukan itu, menunjukkan bahwa sebanyak 7 sungai kecil/ alur yang bermuara ke Danau Laut Tawar telah kering, dan 6 daerah tangkapan air yang tidak lagi mampu menyimpan air. Kondisi ini diduga karena telah terjadi penurunan jumlah hutan di kawasan tersebut.
Laporan yang disampaikan oleh Ambar, et al (1994) menyatakan bahwa Kawasan Ekosistem Danau Laut Tawar memiliki temperatur maksimum 25 0C dan minimum 13 0C dengan rata-rata 20 0C (Ambar, et al, 1994). Data tersebut untuk sekarang ini tidak lagi sesuai dengan kondisi terkini, dimana suhu di sekitar kota Takengon telah menunjukkan peningkatan. Hal ini barangkali selain karena disebabkan oleh pemanasan global juga disebabkan oleh penurunan kualitas lingkungan yang tidak terkendali di kawasan tersebut. Perubahan-perubahan tersebut dipengaruhi oleh berbagai factor, baik factor biotic maupun abiotik, seperti perubahan jumlah populasi maupun perubahan iklim.
Untuk memenuhi kepentingan manusia, lingkungan sekitar danau diubah untuk dicocokkan dengan cara hidup dan bermukim manusia. Ruang dan tanah di sekitar kawasan ini dirombak untuk menampung berbagai bentuk kegiatan manusia seperti permukiman, prasarana jalan, saluran limbah rumah tangga, tanah pertanian, rekreasi dan sebagainya (Connell & Miller,1995).
Pemanfaatan ruang di daerah tangkapan air Danau Laut Tawar dewasa ini telah menimbulkan masalah tersendiri, diantaranya peningkatan luas pemukiman, pertanian, perluasan jalan, dan kegiatan rekreasi serta pembangunan hotel telah menyebabkan semakin berkurangnya areal hutan. Pengurangan areal hutan ini disamping karena dikonversi untuk kebutuhan social dan ekonomi, juga karena seringnya terjadi kebakaran hutan yang didominasi oleh pohon pinus. Peningkatan kegiatan-kegiatan ekonomi dan social juga menimbulkan dampak tersendiri lainnya, seperti limbah domestik.
Selain itu erosi yang terjadi di daerah tangkapan air juga semakin mengancam daya dukung lahan. Menurut Adhar (2010) sebesar 76,12% Daerah Tangkapan Air Danau Laut Tawar telah mengalami erosi Sangat Berat. Hal ini akan mengancam kelestarian biota air karena sedimen yang terangkut ke dalam danau akan menurunkan tingkat kecerahan air, sehingga penetrasi cahaya ke dalam air semakin berkurang. Hal ini akan menyebabkan tumbuhan air tidak dapat melangsungkan fotosintesis sehingga produksi oksigen terlarut akan berkurang, dimana hal ini juga berdampak pada kelangsungan hewan air Danau Laut Tawar yang membutuhkan oksigen untuk kelangsungan hidupnya.
Dewasa ini juga dirasakan debit air Danau Laut Tawar semakin mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Namun belum ada suatu penelitian ilmiah yang mengkaji penyebab hal tersebut terjadi. Diduga hal ini dipengaruhi oleh penurunan luasan hutan di daerah tangkapan air sehingga simpanan air tanah semakin berkurang, disamping factor-faktor lain yang belum dikaji. Pemanasan global diduga ikut mempengaruhinya penurunan debit air Danau Laut Tawar, dugaan ini didasarkan pada suhu rata-rata di kota Takengon yang dirasakan semakin meningkat, dimana hal tersebut tentu akan meningkatkan evaporasi air Danau Laut Tawar.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Kawasan Ekosistem Danau Laut Tawar sedang mengalami degradasi yang didorong oleh beberapa sebab, diantaranya akan dijelaskan berikut ini.

1.   Perubahan iklim
Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi atmosfir secara global dan selain itu juga berupa perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan (UU No 32 Tahun 2009).
Perubahan iklim kemungkinan memiliki dampak yang besar pada semua ekosistem, termasuk juga ekosistem Danau Laut Tawar. Pemanasan global yang terjadi diduga juga mempengaruhi Kawasan Ekosistem Danau Laut Tawar. Pemikiran ini didasarkan pada fakta di lapangan bahwa suhu kota Takengon tidak lagi sesejuk beberapa dasawarsa yang lalu. Perubahan suhu ini besar kemungkinan juga akan mempengaruhi biota air Danau Laut Tawar maupun biota teresterialnya di daerah tangkapan air.

2.   Eutrofikasi
Ekosistem air tawar mengalami eutropikasi. Eutropikasi merupakan proses penuaan dalam siklus hidup danau, kolam atau arus air yang bergerak lambat. Bila ini terjadi banyak bahan organik akan mengendap di lapisan dasar, ini akan mengalami dekomposisi dan membentuk lapisan debu (silt); proses ini mungkin berakhir sampai ratusan tahun. Eutrofikasi merupakan kelebihan unsur hara dalam air yang menyebabkan kebutuhan oksigen meningkat dalam air. Fosfor (P), yang menstimulasi pertumbuhan seperti ganggang, yang berdampak pada kandungan oskigen dalam air. Kandungan nitrat yang tinggi juga menurunkan kualitas air.
Kondisi ini dapat diamati pada permukaan air Danau Laut Tawar, terutama pada kawasan yang mendekati ke aliran outletnya di hulu sungai Peusangan, dimana warna air yang kehijauan dan ditumbuhi oleh enceng gondok. Hal ini diduga karena aliran permukaan dari daerah tangkapan air, terutama yang berupa lahan pertanian, banyak mengandung unsur N dan P yang dapat berubah menjadi nitrat atau nitrit dan Fosfat. Sehingga mengakibatkan pengayaan nutrient yang mendorong terjadinya eutrofikasi di danau.

3.   Introduksi spesies asing
Banyak spesies asing (eksotik) baik yang sengaja diintroduksi maupun tidak sengaja mungkin berkembang tidak terkendali. Mereka meninggalkan faktor-faktor yang mempengaruhi populasi dan penyebarannya. Pada habitat yang baru mungkin hanya sedikit predator atau penyakit sehingga populasinya berkembang tak terkendali. Organisme yang dimangsa mungkin belum mengembangkan mekanisme pertahanan dan spesies asli mungkin tidak mampu berkompetisi terhadap ruang dan makanan.
Kondisi ini sangat terasa di perairan Danau Laut Tawar, dimana teramati bahwa jenis ikan-ikan endemic semakin berkurang populasinya, sedang spesies introduksi (eksotik) mengalami peningkatan. Hal tersebut diduga karena spesien endemik tidak mampu berkompetisi dengan spesies eksotik terhadap makanan dan ruang, sehingga perkembangan spesies endemic semakin berkurang dari waktu ke waktu, dan dapat diperkirakan suatu saat akan punah. Juga diduga spesies eksotik mempredator spesies endemik.

4.   Erosi Daerah Tangkapan Air
Kejadian erosi di daerah tangkapan air akan sangat mempengaruhi kualitas perairan danau. Hal ini dikarenakan erosi akan menyebabkan sedimentasi yang mengangkut sejumlah tanah sebagai sedimen yang akan mengendap di danau. Masuknya sejumlah sedimen ke dalam danau secara terus menerus akan menyebabkan pendangkalan danau, disamping akan menyebabkan penurunan kualitas air karena peningkatan bahan tersuspensi. Sehingga akan menurunkan penetrasi cahaya matahari ke perairan danau.
Kondisi tersebut akan mengakibatkan naiknya titik kompensasi danau yang memisahkan zone fotik dan afotik. Selanjutnya akan mempengaruhi proses fotosintesis tumbuhan air yang akan mengurangi jumlah oksigen terlarut di perairan, pada akhirnya akan mengganggu kehidupan biota air lainnya.
Menurut Adhar (2010), tingkat erosi yang terjadi di daerah tangkapan air Danau Laut Tawar telah sangat mengkhawatirkan. Dimana 76,12 persen dari total luas daerah tangkapan air berada dalam kelas Erosi Sangat Berat. Kondisi ini diduga sebagai penyebab pendangkalan Danau Laut Tawar, karena sedimen yang terangkut dari daerah tangkapan air mengendap di dasar perairan, disamping menyebabkan penurunan kualitas air.

5.   Limbah Domestik
Limbah domestic berasal dari pemukiman penduduk (rumah tangga), daerah komersial (commercials district), perkantoran (institutional facilities), dan fasilitas rekreasi (recreational facilities). Jenis limbah dapat saja padat atau cair. Keberadaan limbah ini akan menyebabkan penurunan kualitas perairan Danau Laut Tawar.

6.   Kebakaran Hutan
Permasalahan lain yang sering terjadi di daerah tangkapan air Danau Laut Tawar adalah kebakaran hutan yang didomonasi oleh hutan pinus. Hal ini sering terjadi di musim kemarau. Dimana keberadaan api sekecil apapun di areal hutan akan memicu kebakaran hutan. Jika hal ini terlalu sering terjadi akan mengancam keutuhan areal hutan dan dapat membuat biota yang ada di hutan bermigrasi mencari daerah yang kondusif untuk kehidupannya.
Kebakaran hutan juga akan mendorong meluasnya areal lahan terbuka, sehingga akan mempertinggi nilai erosi di kawasan tersebut, disamping kerusakan lahan akibat gerusan air hujan.

KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Kawasan Ekosistem Danau Laut Tawar sedang mengalami permasalahan yang berpotensi menyebabkan degradasi kualitas lingkungan di kawasan tersebut, dimana pada akhirnya akan menyebabkan berkurangnya daya dukung lingkungan.
Penurunan daya dukung lingkungan hidup berarti penurunan kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya. Jika hal tersebut terjadi berarti akan mengancam perikehidupan manusian maupun makhluk hidup lainnya yang berada di Kawasan Ekosistem Danau Laut Tawar.
Untuk menghindari hal tersebut, maka diperlukan suatu tindakan pengelolaan Kawasan Ekosistem Danau Laut Tawar yang terpadu, terencana secara sistematis dan dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah. Tindakan kebijakan ini harus diawali oleh suatu kajian ilmiah secara menyeluruh terhadap Kawasan Ekosistem Danau Laut Tawar.
DAFTAR PUSTAKA

Adhar, S, 2008, Kajian Erosi Daerah Tangkapan Air dan Muatan Sedimen Inflow Danau Laut Tawar Aceh Tengah, Thesis, Program Studi Konservasi Sumberdaya Lahan, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Adhar, S, 2010, Studi Erosi Daerah Tangkapan Air Danau Laut Tawar Aceh Tengah, Unimal Press, Lhokseumawe.

Ambar, at all, 1994, Laporan Analisis Dampak Lingkungan, Proyek PLTA Peusangan 1 & 2 Aceh Tengah, PT. PLN, Jakarta.

Kumurur, V.A, 2002, Aspek Strategis Pengelolaan Danau Tondano Secara Terpadu, EKOTON Vol. 2, No. 1: 73-80, April 2002 ISSN 1412-3487

Connell, D.W & G.J Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran (terjemahan Yanti Koestoer). Penerbit Univesitas Indonesia (UI-Press).Jakarta

Saleh, at all (2000) Ekosistim Danau Laut Tawar, Bapedalda Kabupaten Aceh Tengah, Takengon.

Kutarga, Z.W, (2008) Kebijakan Pengelolaan Danau dan Waduk Ditinjau dari Aspek Tata Ruang, Wahana Hijau, Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah, Vol.3, No.3, April 2008

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.