POTENSI PENCEMARAN PERAIRAN DANAU LAUT TAWAR KABUPATEN ACEH TENGAH


Saiful Adhar[2]
Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh
Kampus Utama Reuleut – Aceh Utara

Abstrak
Danau Laut Tawar memiliki 42 daerah tangkapan air dengan total luas 14.803 Ha. Aliran air permanen yang mengalir ke dalam danau ditemui pada 12 daerah tangkapan air. Danau tersebut mengalami penyusutan debit air, pendangkalan cekungan danau, penurunan kualitas air, dan hilangnya beberapa spesies endemik. Pendangkalan disebabkan oleh erosi daerah tangkapan air yang juga mengakibatkan penurunan kualitas air melalui peningkatan konsentrasi Total Solid (TS). Pengurangan jumlah covercrop mengakibatkan berkurangnya kuantitas air yang masuk ke danau. Limbah domestik yang berasal dari areal pemukiman, dan bahan organik pakan ikan dari kegiatan keramba jaring apung berpotensi mencemari perairan danau. Peningkatan polutan tersebut akan berdampak terjadinya eutrofikasi danau.

Kata Kunci : Danau Laut Tawar, daerah tangkapan air, pencemaran perairan

PENDAHULUAN
Danau Laut Tawar di Kabupaten Aceh Tengah merupakan salah satu sumber air yang banyak digunakan untuk berbagai keperluan masyarakat. Danau tersebut adalah yang terbesar di Provinsi Aceh, yang memiliki luas permukaan 57 km2 pada elevasi 1230 m di atas permukaan laut, secara astronomis berada pada 040 50’ LU dan 960 50’ BT (Ambar et al 1994).
Sebagai sumberdaya air, Danau Laut Tawar mempunyai fungsi sosial, ekologi, dan ekonomi. Fungsi sosial berupa segala aktivitas sosial yang menunjang kesejahteraan umum. Secara ekologi Danau Laut Tawar berfungsi sebagai bagian dari ekosistem yang menampung, menyimpan, dan mendistribusikan air, dan sebagai habitat tempat kelangsungan hidup flora dan fauna. Secara ekonomi  Danau Laut Tawar dapat didayagunakan untuk menunjang kegiatan usaha, diantaranya berfungsi sebagai sumber pendapatan penduduk sekitar, terutama di bidang perikanan, disamping debit airnya akan digunakan sebagai penggerak turbin PLTA Peusangan yang direncanakan pembangunannya selesai pada tahun 2014.
Menurut Adhar (2010) Danau Laut Tawar memiliki 42 daerah tangkapan air (catchment area) dengan total luas 14.803 Ha yang terletak antara 960 48’ - 970 02’ Bujur Timur dan 040 40’ - 040 32’ Lintang Utara. Secara administrasi daerah tangkapan air tersebut berada pada wilayah Kecamatan Lut Tawar, Kebayakan, Bebesan, dan Kecamatan Bintang. Peta Daerah Tangkapan Air Danau Laut Tawar di tampilkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta Daerah Tangkapan Air Danau Laut Tawar
(Sumber : Adhar, 2010)

Aliran air permanen yang mengalir secara terus menerus sepanjang tahun ke Danau Laut Tawar ditemui pada 12 daerah tangkapan air, yaitu Daerah Tangkapan Air Kebayakan, Bebesan, Gembirit, Nempan, Rawe, Kalang, Nosar, Mengaya, Bewang, Linung, Kalarengkih, dan Kalasegi (Adhar, 2010). Sedangkan daerah tangkapan air lainnya hanya mengalirkan air ke Danau Laut Tawar secara temporer, terutama di musim penghujan.
Sebagaimana layaknya danau-danau di dunia, Danau Laut Tawar juga tak terlepas dari permasalahan yang mengarah kepada menurunnya kualitas lingkungan hidup. Masalah utama yang terjadi di ekosistem Danau Laut Tawar adalah (1) penyusutan debit air, (2) pendangkalan cekungan danau, (3) penurunan kualitas air, dan (4) hilangnya beberapa spesies endemik. Makalah ini bertujuan untuk mengkaji potensi penurunan kualitas lingkungan hidup di kawasan Danau Laut Tawar, yang dibatasi dalam ruang lingkup pencemaran perairan Danau Laut Tawar dan kemungkinan dampak yang diakibatkan oleh pencemaran tersebut.

PERMASALAHAN EKOSISTEM DANAU LAUT TAWAR
Berdasarkan 4 (empat) permasalahan utama yang telah disebutkan di atas, maka dapat diidentifikasi potensi penyebab timbulnya permasalahan tersebut, seperti yang disajikan pada flowchart di bawah ini.

Gambar 2. Identifikasi Potensi Permasalahan

Berdasarkan alur flowchart di atas, maka dapat diperoleh informasi bahwa terdapat 2 (dua) areal sumber bahan pencemar yang menyebabkan penurunan kualitas air Danau Laut Tawar, yaitu perairan danau dan daerah tangkapan air. Adapun kegiatan-kegaitan yang berpotensi menyumbangkan bahan pencemar (polutan) dari daerah tangkapan air adalah kegiatan pertanian, pemukiman, industry/jasa, dan pariwisata, sedangkan di perairan danau berupa kegiatan keramba jaring apung (KJA) dan dekomposisi bahan organic di perairan danau, dan juga kegiatan pariwisata di perairan danau.
Salah satu spesies endemik Danau Laut Tawar yang terancam punah menurut Muchlisin et al (2010) adalah ikan depik (Rasbora tawarensis) yang merupakan ikan air tawar endemik di Danau Laut Tawar yang statusnya terancam punah dengan populasi menurun dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini diduga karena terjadi perubahan yang signifikan pada Danau Laut Tawar hingga mengakibatkan ikan tersebut tidak mampu lagi beradaptasi di ekosistem tersebut. Perubahan tersebut kemungkinan besar berupa penyusutan debit dan pendangkalan danau yang berkonsekwensi pada berkurangnya volume air Danau Laut Tawar, serta perubahan kualitas air karena adanya berbagai bahan pencemar. Selain itu hal lain yang tidak dapat dikesampingkan adalah terjadinya pemanasan global yang juga mengakibatkan peningkatan suhu di kawasan Danau Laut Tawar.
Peningkatan aktivitas di daerah tangkapan air seperti kegiatan pariwisata, industri/jasa, pemukiman, dan pertanian mengakibatkan semakin berkurangnya hutan (covercrop). Hal ini berdampak semakin meningkatnya erosi tanah, sehingga terjadinya sedimentasi sejumlah tanah yang mengalir ke dalam danau, disamping mengakibatkan pendangkalan danau juga mempengaruhi kualitas air karena meningkatnya Total Solid (zat padat total) di dalam air. Selain memproduksi sejumlah zat padat, terutama tanah, sedimentasi dari daerah tangkapan air ke dalam danau juga membawa sejumlah bahan-bahan pencemar yang berasal dari areal pertanian, pemukiman, industry/jasa, dan pariwisata.
Dari total luas daerah tangkapan air Danau Laut Tawar 76,12 persen telah mengalami Tingkat Bahaya Erosi Sangat Berat, sedang 1,48 persen Erosi Sedang, 2,75 persen Erosi Sangat Rendah, dan 4,12 persen Erosi Berat, dan 15,53 persen Erosi Rendah (Adhar, 2010). Hal tersebut menggambarkan bahwa daerah tangkapan air Danau Laut Tawar tidak dikelola secara baik, dimana tidak mengikuti kaedah-kaedah konservasi. Kondisi topografi daerah tangkapan air yang didominasi oleh kelerengan di atas 45 persen, yaitu seluas 44,62 persen dari total daerah tangkapan air, telah memicu terjadinya erosi, selain faktor-faktor penyebab erosi lainnya.

POTENSI SUMBER POLUTAN
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, bahwa pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Bahan yang menyebabkan terjadinya pencemaran disebut dengan polutan, yang kemungkinan besar berasal dari hasil atau sisa-sisa kegiatan yang terjadi di perairan danau dan dari daerah tangkapan air.
Penggunaan lahan di daerah tangkapan air Danau Laut Tawar terdiri dari 5 (lima) jenis, yaitu (1) pemukiman, (2) perkebunan (3) sawah (4) belukar, dan (5) hutan (Adhar, 2010). Penggunaan lahan tersebut dapat disederhanakan, untuk memudahkan pembahasan berdasarkan kegiatan, berupa (1) pemukiman, (2) pertanian, dan (3) hutan. Kegiatan industri/jasa untuk daerah tangkapan air Danau Laut Tawar berlangsung di kawasan pemukiman, terutama di daerah perkotaan yang terletak di sebelah barat danau. Menurut Uswa (2008) Kota Takengon yang memiliki luas sekitar 203,09 km2 secara geografis terletak antara 040 10” 30” -  050 57” 40” LU dan 950 15’ 20” - 970 22’ 25” dengan jumlah penduduk sebanyak 64.673 jiwa pada tahun 2006.

Polutan Daerah Tangkapan Air
Sumber polutan yang masuk ke perairan diklasifikasikan sebagai (1) point source discharges (sumber titik) dan (2) non point source (sumber menyebar) (Davis dan Cornwell, 1991). Sumber polutan yang diketahui secara pasti merupakan suatu lokasi tertentu seperti dari limbah industri dan limbah domestic. Sumber polutan dari sumber menyebar berasal dari sumber yang tidak diketahui secara pasti. Polutan masuk ke perairan melalui run off (limpasan) dari permukaan tanah wilayah pertanian yang mengandung pestisida dan pupuk, atau limpasan dari daerah permukiman dan perkotaan.
Untuk kasus kota Takengon, dapat diduga terdapat 3 (tiga) air limbah yang dialirkan ke Danau Laut Tawar berpotensi menurunkan kualitas perairan danau, yaitu air limbah industry/jasa, air limbah domestic yang berasal dari kegiatan rumah tangga, dan air limbah yang berasal dari perkantoran dan pertokoan. Ketiga air limbah ini dialirkan melalui outlet aliran Daerah Tangkapan Air Bebesan, dan Kebayakan. Hal ini yang menurut beberapa informasi menyebabkan air Danau Laut Tawar di bagian barat berwarna kehitaman. Fenomena ini sering terjadi bila musim kemarau. Sehingga dapat diperkirakan hal tersebut karena air limbah yang masuk ke danau tidak mengalami pengenceran disebabkan tidak ada air hujan.
Menurut Said (2008) secara umum jumlah air limbah rumah tangga berkisar antara 200 – 300 liter/orang.hari. Beban polutan per kapita per hari disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Beban polutan per orang per hari
Paremeter Polutan
Tinja
Air Limbah Non Toilet
Total
BOD5
18
32
50
SS
20
18
38
Total Nitrogen
9
3
12
Total Phosphor
0,9
0,9
1,8
Unit : gram/orang.hari
Sumber : Nihon Gesuido Kyoukai, 1975 dalam Said (2008)

Berdasarkan Tabel 1 di atas, dengan jumlah penduduk kota Takengon sebanyak 64.673 jiwa, maka dapat diduga pada tahun 2006 perairan Danau Laut Tawar menerima beban polutan Total Nitrogen sebesar 776.076 gram per hari dan Total Phosphor sebesar 116.411,40 gram per hari, dan Suspended Solid sebesar 2.457.574 gram per hari. Nilai tersebut baru berasal dari areal pemukiman di Kota Takengon yang meliputi Daerah Tangkapan Air Kebayakan dan Bebesan, belum termasuk estimasi beban pencemaran dari pemukiman di daerah tangkapan air lainnya.
Kegiatan di areal pertanian juga berpotensi mencemarkan perairan danau, bila berbagai residu pupuk dan pestisida mengalir ke dalam danau. Hal ini akan menyebabkan akumulasi residu tersebut di perairan sehingga menyebabkan pencemaran dan merusak ekosistem perairan. Menurut Kemka et al (2006) dalam Marganof (2007) residu pupuk yang tidak terserap tanaman, mengandung unsur nitrogen dan fosfor yang cukup tinggi, sehingga dapat merangsang pertumbuhan alga dan tanaman air lainnya. Kelimpahan hara nutrisi ini dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi (penyuburan perairan).

Potensi Polutan di Perairan Danau
Menurut Marganof (2007) kegiatan budidaya perikanan dengan teknik keramba jaring apung yang berlangsung di badan air, merupakan kegiatan yang langsung berhubungan dengan perairan danau, sehingga berdampak langsung terhadap perairan danau yaitu penurunan kualitas perairan. Limbah yang dihasilkan oleh kegiatan tersebut pada umunya berupa limbah organik berupa sisa pakan (pellet). Pakan yang tidak termanfaatkan dari kegiatan budidaya ikan intensif merupakan suatu hal yang dapat mengganggu lingkungan perairan serta dapat menyebabkan terpacunya eutrofikasi di ekosistem perairan danau.
Perairan Danau Laut Tawar dewasa ini mulai dipenuhi oleh kegiatan keramba jaring apung (KJA) mulai di danau sampai ke outlet danau. Hal ini merupakan suatu kegiatan yang berpotensi menghasilkan polutan yang dapat mencemarkan perairan danau. Selain itu, dekomposisi bahan-bahan organic di dalam air danau juga merupakan hal yang dapat mencemarkan air danau bila jumlah bahan organic cukup banyak, yang dapat menyebabkan pengurangan oksigen terlarut di air.

Dampak Pencemaran Perairan
Berdasarkan uraian di atas maka dapat diprakirakan bahwa polutan yang memenuhi perairan danau, baik yang berasal dari limbah domestik, limbah kegiatan pertanian, dan kegiatan di perairan danau, didominasi oleh bahan nitrogen dan phosphor. Hal ini akan mendorong terjadinya eutrofikasi di perairan Danau Laut Tawar.
Eutrofikasi adalah suatu rangkaian proses dari sebuah danau yang bersih menjadi berlumpur akibat pengkayaan unsur hara tanaman dan meningkatnya pertumbuhan tanaman (Kumurur, 2011). Wood (1975) dalam Connell dan Miller (2006) mencirikan eutrofikasi sebagai pengkayaan unsur hara pada air yang menyebabkan rangsangan suatu susunan perubahan simptomatik yang meningkatkan produksi ganggang dan makrofit, memburuknya perikanan, memburuknya kualitas air dan perubahan simptomatik lainnya yang tidak dikehendaki serta mengganggu penggunaan air.
Bila hal ini benar terjadi pada perairan Danau Laut Tawar, berarti danau tersebut sedang menghadapi masalah serius yang mengancam kelestariannya. Namun berbagai proses yang dianggap berpotensi mencemarkan perairan Danau Laut Tawar di atas, belum dilakukan riset secara ilmiah yang mengkaji berbagai dugaan tersebut. Diharapkan ke depan aka nada berbagai riset dan kajian ilmiah tentang kondisi ekosistem Danau Laut Tawar yang dapat melahirkan berbagai metode pengelolaannya.

KESIMPULAN
1.  Areal dan kegiatan yang berpotensi menyumbang polutan ke perairan Danau Laut Tawar adalah Pemukiman, Pertanian, dan Kegiatan Keramba Jaring Apung.
2.   Berbagai sumber dan proses pencemaran peraiaran Danau Laut Tawar diduga akan mendorong terjadinya eutrofikasi perairan, dimana akan mengakibatkan penurunan kualitas air, meningkatnya tumbuhan air, dan mengganggu estetika Danau Laut Tawar.
3.  Perlu dilakukan riset dan kajian ilmiah untuk melindungi dan mengelola Danau Laut Tawar dari ancaman degradasi.

REFERENSI

Ambar, S., Hendrawan., Dahlian & Tabung. 1994. Laporan Analisis Dampak Lingkungan Proyek PLTA Peusangan 1 dan 2. Departemen Pertambangan dan Energi. Jakarta.

Adhar, S., 2010, Studi Erosi dan Konservasi Daerah Tangkapan Air Danau Laut Tawar, Unimal Press, Lhokseumawe.

Connel, D.W, dan Gregory J. Miller, 2006, Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Davis, M.L., and D.A. Cornwell. 1991. Introduction to Environmental Engineering. Second edition. Mc-Graw-Hill, Inc. New York.

Kumurur , V.A., 2011, Erosi dan Eutrofikasi Mengancam Ekosistem Perairan Danau Tondano, http://veronicakumurur.blogspot.com/2011/04/erosi-eutrofikasi-mengancam-ekosistem.html, diunduh Mei 2011
Marganof, 2007, Model Pengendalian Pencemaran Perairan di Danau Maninjau, Sumatera Barat, Disertasi, Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Said, N.I., 2008, Pengelolaan Air Limbah Domestik di DKI Jakarta, Tinjauan Permasalahan, Strategi dan Teknologi Pengolahan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta

Uswa, M., 2008, Kajian Penggunaan Lahan di Pinggir Danau sebagai Lahan Pengembangan Kota Studi Kasus Danau Laut Tawar Kota Takengon, Tesis Magister Teknik, Program Studi Teknik Arsitektur, Sekolah Pascasarjana Sumatera Utara, Medan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

ZA Muchlisin, Musri Musman, dan MN Siti Azizah, 2010, Spawning seasons of Rasbora tawarensis (Pisces: Cyprinidae) in Lake Laut Tawar, Aceh Province, Indonesia, Reproductive Biology Endocrinology, http://www.rbej.com/content/8/1/49.


Rekomendasi Kutipan :
Adhar, S., 2011, Potensi Pencemaran Perairan Danau Laut Tawar Kabupaten Aceh Tengah, Prosiding Seminar Nasional Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Untuk Pembangunan Berkelanjutan, 19 - 20 Mei 2011, Medan

[1]   Disampaikan pada Seminar Nasional Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Untuk Pembangunan Berkelanjutan, pada tanggal 19-20 Mei 2011, di Hotel Madani, Medan, Sumatera Utara.
[2]   Dosen Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh