ABSTRACT
Soil salinity measurement of paddy field in two months more after tsunami in North Aceh shown high relative value. Between March until Decembers 2005 soil salinities values affected by tsunami experience degradation between 0,53 - 37,1 mS/cm. Percentage of salts which reduced by rainwater ranging from 21,37% - 96,34%. This research observe change of paddy field salinity affected by tsunami in Aceh Utara District between Decembers 2005 until Novembers 2007 at paddy fields for the width of 1056 Ha at 12 villages in 5 districts. Research result shown decline salinity value between 0.16 – 7.67 mS/cm with salt discount percentage between 4,48 - 77,20%. After 22 month with accumulation of rainfall equal to 2491,7 mm, salinity level of research location classified for three class, they are 349 Ha in Rather Salt Class, 517 Ha in Enough Salt Class, and 190 Ha in Salt Rather Many Class. This change of salinity assumed very not be effective, based on amount of rainfalls of level of salinities stay at Salts Frees Classes. This thing is caused condition of drainage at most of all farm don't function better.
PENDAHULUAN
Invasi air laut ke daratan sebagai gelombang tsunami telah merubah keadaan lahan pertanian, terutama lahan sawah. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kadar garam tanah. Peningkatan nilai salinitas tanah tersebut mengakibatkan penurunan produksi bahkan kematian bagi tanaman. Konsentrasi garam tanah yang tinggi menyebabkan pergerakan air dari tanah ke akar tanaman akan melambat, bahkan jika kadar garam dalam tanah lebih tinggi daripada dalam sel-sel akar tanaman, tanah akan menyerap air dari akar tanaman, sehingga tanaman akan layu atau bahkan mati. Pengaruh merusak tersebut dapat dihindari dengan mengeliminir kandungan garam dalam tanah. Salah satu proses penghilangan garam dapat terjadi melalui proses leaching (pencucian). Proses pencucian paling efisien adalah pencucian secara alami dengan air hujan.
Menurut data pengukuran setelah 2 (dua) bulan lebih kejadian tsunami yang dilakukan oleh FAO di pantai timur Aceh pada Maret 2005 menunjukkan bahwa nilai salinitas tanah relatif tinggi. Data di 27 desa dalam Kabupaten Aceh Utara dengan total luas areal sawah sebesar 2731 Ha yang terdampak tsunami berkisar antara 2,48 – 38,51 mS/cm. Pengukuran yang dilakukan oleh Research Center for Environmental Recovery (ReCefER) Universitas Malikussaleh dan FAO pada Desember 2005 menunjukkan adanya penurunan nilai salinitas tanah, dimana pada lokasi yang sama nilai salinitas tanah berkisar antara 1,16 sampai 14,49 mS/cm.
Perbandingan kedua data pengukuran tersebut menunjukkan bahwa antara bulan Maret sampai Bulan Desember 2005 secara umum nilai salinitas tanah mengalami penurunan. Kenyataan ini terbukti dari jumlah penyisihan nilai salinitas antara pengukuran Maret 2005 dengan Desember 2005 bervariasi antara 0,53 – 37,1 mS/cm. Persentase jumlah garam yang tereduksi oleh air hujan berkisar antara 21,37% - 96,34%. Perubahan kadar garam (salinitas) tanah ini karena tanah topsoil telah mengalami proses leaching secara alami oleh air hujan yang turun selama kurun waktu tersebut.
Namun setelah pengukuran terakhir, yaitu pada Bulan Desember 2005, hingga saat ini belum dilakukan pengukuran kembali untuk mengamati tingkat salinitas tanah lahan sawah terdampak tsunami di Kabupaten Aceh Utara. Hal ini dirasakan perlu dilakukan karena berdasarkan data pengukuran pada Desember 2005 diperoleh informasi bahwa masih terdapat sebesar 1056 Ha sawah yang merupakan lahan beresiko untuk penanaman padi, dimana nilai salinitasnya berada di atas 3 mS/cm. Dari luas lahan tersebut terdapat sebesar 1016 Ha merupakan lahan yang dapat menurunkan produktivitas tanaman padi dan 40 Ha adalah lahan yang tidak dapat berproduksi (zero yield) bagi tanaman padi.
Penelitian ini bertujuan mengamati perubahan salinitas tanah lahan sawah di Kabupaten Aceh Utara berdasarkan jumlah curah hujan dalam kurun waktu Desember 2005 sampai November 2007. Diduga selama kurun waktu tersebut telah terjadi perubahan nilai salinitas tanah sawah.
TINJAUAN PUSTAKA
Salinitas tanah adalah jumlah total konsentrasi garam terlarut yang terukur dalam tanah, atau secara praktis merupakan nilai konduktivitas elektrik tanah, sebab kedua hal tersebut saling berkaitan erat (Rhoades at al, 1999). Tanah yang mengandung kadar garam disebut sebagai tanah salin. Tanah salin mempunyai kadar garam netral larut dalam air sehingga dapat mengganggu pertumbuhan kebanyakan tanaman. Kurang dari 15 persen dari Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah ditempati oleh natrium dan biasanya nilai pH kurang dari 8,5. Hal ini disebabkan garam yang terdapat dalam tanah adalah netral dan juga karena hanya sedikit natrium dijumpai (Soepardi, 2003).
Pengaruh utama larutan garam pada tanaman adalah terjadi tekanan osmose dalam sel (internal) yang tinggi., sehingga menyukarkan penyerapan air bagi pertumbuhan tanaman. (Bohn et al, 1979 dalam Anonimous, 1991). Menurut Tan (1982) dalam Anonimous (1991) kepekatan garam yang tinggi menyebabkan tanaman mengalami plasmolisis, sehingga air dalam tanaman bergerak keluar menuju larutan tanah.
Penentuan nilai salinitas tanah dapat dilakukan dengan mengukur nilai konduktivitas elektrik (daya hantar listrik) tanah (Rhoades at al, 1999). Menurut Notohadiprowiro (1998) daya tanah menghantarkan listrik (electric conductivity) biasanya digunakan untuk menaksir kadar garam terlarut tanah. Nilai electric conductivity (EC) dinyatakan dengan satuan mS cm-1 pada suhu 25 0C. Nilai EC menunjukkan tingkat kegaraman tanah yang diharkatkan menurut daya pengaruhnya atas kinerja tanaman, seperti ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh tingkat kegaraman menurut nilai EC
Nilai EC (mS/cm)
|
Pengaruh
|
0 – 2
|
Daya pengaruh kegaraman boleh diabaikan
|
2 – 4
|
Hasil panen pertanaman sangat peka dapat terbatasi
|
4 – 8
|
Hasil panen banyak pertanaman terbatasi
|
8 – 16
|
Hanya pertanaman yang tenggang berhasil panen memuaskan
|
> 16
|
Sedikit pertanaman yang tenggang berhasil panen memuaskan
|
Sumber : Notohadiprowiro, 1998.
Poerwowidodo (2002) mengklasifikasikan jumlah kandungan garam terlarut dalam tanah berdasarkan nilai EC, seperti disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi kadar garam dapat larut dalam tanah menurut DHL jenuh
Kelas kegaraman tanah
|
Nilai EC (mS/cm)
|
Bebas garam
|
0 – 2
|
Agak bergaram
|
2 – 4
|
Bergaram cukup
|
4 – 8
|
Bergaram agak banyak
|
8 – 15
|
Bergaram banyak
|
> 15
|
Sumber : Poerwowidodo, 2002.
Menurut FAO (2005) kandungan garam sebagai nilai salinitas tanah akan dapat mengurangi produksi tanaman padi sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Persentase kehilangan hasil tanaman padi menurut nilai ECe
Nilai ECe (mS/cm)
|
Kehilangan Hasil (%)
|
< 4
|
< 10
|
4 – 6
|
10 – 20
|
6 – 10
|
20 – 50
|
> 10
|
> 50%
|
Sumber : FAO (2005)
Paduan lapang yang dikeluarkan FAO (2005) menyatakan untuk memperoleh nilai EC dalam ekstrak jenuh atau (ECe) maka nilai pengukuran EC campuran 1 (satu) porsi berat tanah dan 5 (lima) porsi berat air suling dikalikan dengan faktor 8 (delapan). Perkalian ini akan valid untuk tipikal lahan padi di Nanggroe Aceh Darusslam.
Cara yang paling umum dipakai untuk menghilangkan kelebihan garam di dalam tanah ialah drainase, pencucian, dan scraping. Kombinasi drainase dan pencucian, yaitu perendaman setelah drainase gorong-gorong dipasang merupakan cara terbaik dan memuaskan (Soepardi, 2003).
Menurut Amacher at al (1997) tanah yang mengandung garam bila dialiri 6 inch air akan mereduksi salinitas tanah sampai 50%, 12 inch air akan mereduksi salinitas tanah 80%, dan 24 inch mereduksi sampai 90% salinitas tanah. Air tersebut harus mengairi tanah, tidak hanya dialirkan seperti aliran permukaan. Selain itu FAO (2005) juga menyatakan penurunan kadar garam tanah sampai mencapai di bawah 4 mS/cm pada zone akar tanaman padi (kedalaman 20 cm) dibutuhkan sejumlah tertentu air menurut nilai kadar garam tertentu seperti ditampilkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Kebutuhan air untuk penurunan nilai ECe sampai 4 mS/cm pada zone akar padi
Nilai ECe (mS/cm)
|
Kebutuhan Air (mm)
|
10
|
315
|
15
|
430
|
20
|
540
|
25
|
650
|
30
|
765
|
Sumber : FAO (2005)
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada 12 desa dalam 5 (lima) kecamatan di Kabupaten Aceh Utara pada bulan November 2007. Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada pengamatan tingkat salinitas dan pH tanah serta kondisi drainase pada lahan sawah yang terdampak tsunami. Titik pengamatan yang diamati juga terbatas pada titik-titik yang masih memiliki nilai salinitas tinggi berdasar pengukuran sebelumnya.
Penelitian ini menggunakan peralatan berupa EC meter portable, pH meter portable, GPS, sekop, cangkul, mistar, timbangan, gelas ukur,dan pengaduk. Bahan yang dibutuhkan berupa aquades.
Titik sampling pada masing-masing lokasi lahan sawah ditentukan sebanyak 3 (tiga) titik, yaitu (1) titik terdekat dengan laut, (2) titik terjauh dari laut yang merupakan titik yang hampir mencapai garis akhir genangan air gelombang tsunami, dan (3) titik pertengahan diantara kedua titik tersebut. Ketiga titik sampling tersebut jika dihubungkan harus membentuk garis yang tegak lurus dengan garis pantai. Masing-masing titik sampling ditentukan koordinatnya dengan menggunakan GPS (Geografical Information System). Penentuan titik sampling ini diupayakan tepat atau mendekati titik sampling yang pernah digunakan pada pengukuran sebelumnya.
Pada tiap-tiap titik sampling dibuat lubang kecil sedalam 20 cm. Kemudian pada lubang tersebut diamati lapisan sedimen yang terbawa oleh gelombang tsunami. Umumnya sedimen mengandung 3 (tiga) lapisan, berupa liat, pasir, dan tanah asli. Jika terdapat lapisan seperti tersebut di atas maka tebal masing-masing lapisan diukur. Tetapi jika tanah tidak terdapat lapisan-lapisan sedimen, maka tebal lapisan berupa tanah asli dianggap 20 cm.
Penentuan nilai EC dengan mengambil sampel tanah sebanyak 30 gram, kemudian dilarutkan dalam air suling untuk diperoleh larutan sebanyak 150 ml yang diaduk selama 15 menit. Kemudian diukur nilai EC dengan menggunakan EC meter portable. Nilai EC yang diukur ini adalah nilai EC Soil Water (ECw). Setelah itu pada larutan tersebut juga diukur nilai pH dengan menggunakan pH meter portable.
Nilai EC yang terukur pada sampel dikategorikan sebagai Soil Water Salinity (ECw). Standar toleransi tanaman yang banyak digunakan sebagai referensi internasional adalah Soil Extract Salinity (ECe). Maka nilai ECw perlu dikonversikan menjadi nilai ECe. Sebelum dikonversikan nilai salinitas pada masing-masing lapisan tanah (jika ada) dijumlahkan terlebih dahulu. Pengukuran nilai ECw pada masing-masing lapisan tanah berupa ECw liat (A), ECw pasir (B), ECw tanah asli (C). Total kedalaman pengambilan sampel adalah 20 cm, sehingga tebal lapisan tanah asli (D) adalah 20 cm dikurangi tebal lapisan liat (E) dan tebal lapisan pasir (F). Jumlah rata-rata EC pada titik sampel adalah :
{(A x E) + (B x F) + (C x D)} / 20 ...............................................................(1)
Rata-rata nilai ECw dinyatakan sebagai nilai ECw pada titik sampling, dimana ECw1 adalah nilai ECw pada titik sampling 1. Karena setiap lokasi pengamatan memiliki 3 (tiga) titik sampling, sehingga nilai ECw pada masing-masing lokasi berupa ECw1, ECw2, ECw3. Nilai rata-rata ECw ketiga titik sampling tersebut merupakan nilai ECw lokasi pengamatan.
Konversi nilai ECw menjadi nilai ECe diperoleh dengan persamaan :
ECe = 8 ECw .................................................................................................(2)
Nilai ECe yang diperoleh berdasarkan persamaan (2) digunakan untuk mengevaluasi dan membuat kesimpulan terhadap lahan sawah yang diamati. Tingkat salinitas lahan sawah akan dikategorikan menurut nilai ECe berdasarkan Tabel 2.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas lahan sawah masing-masing kelas klasifikasi kadar garam dapat larut dalam tanah menurut nilai DHL jenuh mengalami perubahan berdasarkan pengukuran sebelumnya. Hal itu menunjukkan terjadi perubahan nilai salinitas tanah sawah. Secara grafik batang masing-masing kelas disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Luas Lahan Sawah Menurut Kelas Kegaraman Tanah
Menurut Gambar 1 terlihat bahwa pada Maret 2005 terdapat 674 Ha lahan sawah yang berkadar Garam Banyak, sementara data Desember 2005 dan November 2007 tidak diperoleh lagi lahan sawah yang berkadar Garam Banyak. Hal ini menunjukkan telah terjadi pencucian tanah oleh air hujan yang turun dalam kurun waktu tersebut. Kelas Agak Bergaram terlihat mengalami peningkatan dari 125 Ha pada Maret 2005 menjadi 228 Ha pada Desember 2005, yang kemudian bertambah lagi menjadi 349 Ha pada November 2007. Peningkatan luas lahan pada kelas Agak Bergaram ini disebabkan terjadinya perubahan kadar garam pada kelas Bergaram Cukup dan Bergaram Agak Banyak yang turun ke kelas di bawahnya. Namun juga terlihat bahwa pada ketiga kali waktu pengukuran tidak diperoleh lahan sawah yang berada pada kelas Bebas Garam.
Data nilai ECe yang diperoleh pada masing-masing lokasi menurut pengukuran pada November 2007 menunjukkan nilai salinitas tanah lahan sawah di lokasi penelitian berkisar antara 2.27 – 8.53 mS/cm. Sementara pengukuran yang dilakukan sebelumnya pada bulan Desember 2005 nilai salinitas pada lokasi tersebut berkisar antara 3,53 – 14,49 mS/cm. Hal tersebut secara umum menunjukkan adanya penurunan nilai salinitas tanah dari terjadinya tsunami hinggá pasca tsunami, walaupun terdapat juga beberapa lokasi yang belum menunjukkan penurunan, bahkan terjadinya peningkatan. Penurunan nilai salinitas tanah pada lokasi penelitian berkisar antara 4.48 - 77.20%.
Nilai pH sebagai suatu indikasi kesuburan tanah, dimana jika nilai pH terlalu tinggi maka akan menyebabkan berkurang unsur mikro di dalam tanah. Pengamatan dalam penelitian ini menemukan bahwa pada lokasi penelitian nilai pH berkisar antara 6,55 – 7,62. Pengukuran sebelumnya menunjukkan nilai pH pada lokasi tersebut adalah antara 5,39 – 7,28. Nilai kedua waktu pengukuran tersebut menunjukkan bahwa nilai pH tanah juga mengalami fluktuasi. Hal ini sepenuhnya dikarenakan perubahan nilai salinitas tanah, terutama karena keberadaan ion Na+ di tanah.
Menurut nilai-nilai salinitas tanah yang diperoleh maka diketahui bahwa penurunan nilai salinitas dalam persentase pengurangan kadar garam tanah sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Persentase penurunan nilai salinitas tanah
L o k a s i
|
Salinitas (mS/cm)
|
Jumlah Penurunan
|
Persentase Penurunan
| |
Desember
2005
|
November
2007
| |||
Dayah Baro
|
3.57
|
3.41
|
0.16
|
4.48
|
Sawang
|
8.27
|
4.32
|
3.95
|
47.74
|
Blang Nibong
|
5.69
|
4.08
|
1.61
|
28.30
|
Matang Tunong
|
7.20
|
2.43
|
4.77
|
66.30
|
Matang Baroh
|
9.94
|
2.27
|
7.67
|
77.20
|
Kuala cangkoi
|
3.53
|
2.43
|
1.10
|
31.29
|
Kuala Kerto Timur
|
14.49
|
8.53
|
5.96
|
41.12
|
Lhok Euncien
|
4.53
|
2.99
|
1.55
|
34.12
|
Sumber : Analisis data (2007)
Menurut Tabel 5 teramati bahwa persentase penurunan salinitas tanah berkisar antara 4,48 – 77,20%. Nilai persentase penurunan tersebut jika dihubungkan dengan jumlah curah hujan yang turun sebagai sumber air untuk pencucian garam tanah, dapat dianggap bahwa penurunan nilai salinitas tanah tersebut belum efektif. Hal tersebut berdasarkan pada jumlah curah hujan yang turun pada kurun waktu Desember 2005 sampai Oktober 2007 adalah sebanyak 2491,70 mm atau 99,67 inch. Jumlah curah hujan tersebut, jika diasumsikan yang mengalami perkolasi pada tanah sebesar 70 persen (ReCefER, 2005), maka jumlah perkolasi yang dapat menyebabkan berlangsungnya proses pencucian tanah adalah 69,77 inch.
Sementara menurut Amacher at al (1997) tanah yang mengandung garam bila dialiri 6 inch air akan mereduksi salinitas tanah sampai 50%, 12 inch air akan mereduksi salinitas tanah 80%, dan 24 inch mereduksi sampai 90% salinitas tanah. Berdasarkan uraian tersebut, seharusnya nilai salinitas tanah lahan sawah pada lokasi penelitian ini telah mencapai tingkat penurunan dibawah 10% dari nilai sebelumnya. Juga menurut referensi yang dikeluarkan oleh FAO (2005), selayaknya nilai salinitas tertinggi pada Desember 2005 yaitu sebesar 14,91 mS/cm di Desa Kuala Kerto Timur hanya membutuhkan air sekitar 430 mm untuk mencapai nilai salinitas 4 mS/cm. Kenyataannya sampai November 2007 dengan akumulasi curah hujan mencapai 1744.19 mm (70% dari total curah hujan) di lokasi tersebut hanya mengalami penurunan sampai 8,53 mS/cm.
Bahkan untuk lokasi yang mengalami penurunan yang signifikan juga dianggap proses leaching tidak berlangsung efaktif. Seperti lahan sawah di Desa Matang Baroh, seharusnya pada lokasi tersebut telah mencapai nilai salinitas di bawah 4 mS/cm pada awal Bulan Februari 2006. Jumlah curah hujan yang turun antara Desember 2005 sampai Januari 2006 adalah 531,3 mm dengan jumlah perkolasi sebesar 371,91 mm. Sementara untuk nilai salinitas sebesar 10 mS/cm hanya membutuhkan air sebanyak 315 mm untuk memperoleh salinitas 4 mS/cm. Berarti untuk lahan sawah Desa Matang Baroh sebesar 9,94 mS/cm pada Desember 2005 akan dapat tercuci dengan sejumlah air hujan tersebut, sehingga diduga seharusnya pada awal Februari 2006 telah mencapai nilai salinitas di bawah 4 mS/cm.
Kenyataan tersebut menunjukan bahwa proses pencucian (leaching) kandungan garam pada lahan tersebut tidak efektif. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi drainase pada lahan pada lokasi-lokasi penelitian ini tidak berfungsinya dengan baik. Kondisi drainase dapat diamati pada data yang diperoleh di lapangan bahwa dari 12 lokasi hanya 9 (sembilan) lokasi yang memiliki drainase, itupun hanya 3 (tiga) lokasi yang berfungsi dengan baik. Selain fungsi drainase juga diketahui bahwa pada hampir semua lokasi penelitian lahan sawah tersebut berdekatan dengan tambak. Jadi sangat besar kemungkinan air asin masuk ke lahan sawah. Hal inilah yang diduga sebagai penyebab terjadinya peningkatan nilai salinitas tanah sawah pada beberapa lokasi penelitian.
Nilai salinitas tanah akan mempengaruhi hasil panen yang diperoleh pada lahan-lahan tersebut. Kehilangan hasil panen berdasarkan nilai salinitas tanah ditampilkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Prediksi kehilangan hasil panen pada lokasi penelitian
Kecamatan
|
Desa
|
ECe
|
Yield Loss (%)
|
Syamtalira Bayu
|
Baroh Blang Rimung
|
5.25
|
10-20
|
Syamtalira Bayu
|
Dayah Baro
|
3.41
|
<10
|
Samudra
|
Sawang
|
4.32
|
10-20
|
Samudra
|
Blang Nibong
|
4.08
|
10-20
|
Tanah Pasir
|
Matang Tunong
|
2.43
|
0
|
Tanah Pasir
|
Matang Baroh
|
2.27
|
0
|
Tanah Pasir
|
Kuala cangkoi
|
2.43
|
0
|
Tanah Pasir
|
Kuala Kerto Timur
|
8.53
|
20-50
|
Baktiya Barat
|
Lhok Euncien
|
2.99
|
0
|
Seuneudon
|
Ulee Matang
|
8.77
|
20-50
|
Seuneudon
|
Ulee Rubeek Barat
|
5.39
|
10-20
|
Seuneudon
|
Matang Lada
|
6.67
|
20-50
|
Sumber : Pengolahan data (2007)
Data tersebut menunjukkan hanya 4 (empat) lokasi yang tidak mengalami kehilangan hasil bila lahan tersebut ditanami dengan tanaman padi.
KESIMPULAN
Nilai salinitas tanah sawah terdampak tsunami di Kabupaten Aceh Utara mengalami perubahan sebesar 0.16 – 7.67 mS/cm, dimana mengalami penurunan sebesar 4.48 – 77.20%. Perubahan nilai salinits tersebut dianggap sangat tidak efektif jika didasarkan pada jumlah curah hujan. Hal ini karena drainase pada hampir semua lahan tersebut tidak berfungsi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA